Pernahkan anda makan di buffet (prasmanan) di hotel? Jika pernah (dan akan) saya sarankan setelah membaca tulisan ini, anda datang ke hotel dengan perut sekosong-kosongnya. Atau bawa boks makanan (baca : rantang). Sisa makanan anda (bukan yang di piring ya) di serving dish 70% akan berakhir di tong sampah.
Sebenarnya makanan ini tidak layak disebut makanan sisa karena masih layak untuk dimakan. Makanan yang paling sering ngeloyor ke tong sampah adalah sayur, jenis ikan termasuk salmon, dan nasi.
Permasalahan ini muncul karena prinsip “lebih baik kelebihan daripada kekurangan.” Yah coba dibayangkan ketika kita mengadakan acara di hotel. Saat prasmanan jumlah makanan tidak cukup dan sebagian undangan tidak kebagian. Tentu kita akan marah besar bukan? Yang kena tentu saja pihak hotel. Tidak peduli kita memesan makanan untuk 400 orang tapi yang datang 500 orang. Meskipun pada akhirnya kita akan menolak membayar tagihan.
Inilah yang ditakutkan pihak hotel, selain kerugian materil tentu nama baik hotel akan tercoreng. Jadi ketika ada event order prasmanan untuk 400 orang, tidak jarang hotel akan menyiapkan makanan untuk 450-500 porsi. Nah selisih porsi inilah yang sebagian besar akan berakhir di tong sampah.
Sebenarnya hotel sudah berusaha untuk mengolah kembali makanan karena terkait dengan pengendalian biaya. Misalnya makanan yang terbuat dari daging sapi, makanan jenis ini biasnaya diolah dan dijual kembali menjadi roti isi. Paling banter makana ini ditempatkan di ruang makan pegawai. Namun jika prasmanan berakhir pada malam hari, maka hotel lebih baik membuang makanan itu. Asumsinya makanan harus ditaruh di pendingin dan besoknya mesti dihangatkan lagi. Keluar biaya lagi kan?
Jika ada diantara kita yang berpikir kenapa tidak dibawa pulang saja oleh pegawai? Hotel tidak mengambil langkah ini karena mengandung resiko. Sebab bisa saja pegawai tidak membawa makanan sisa prasmanan tapi dia justru memasak sesuatu secara khusus dengan bahan-bahan yang dibeli oleh hotel untuk dibawa pulang. Bagaimana jika dijadikan makanan ternak/pupuk?
Nah, ini sebenarnya ide yang cantik dan ganteng bila dapat direalisasikan. Tapi dalam tong sampah itu tidak hanya mengandung bahan organik tapi juga ada bahan anorganik misal kertas, plastik dan kaleng. Sangat jarang ada hotel yang mengharuskan pegawainya untuk memilah atau menyediakan tempat sampah khusus. Jikapun ada disediakan tempat sampah khusus pegawainya pun malas untuk melakukannya. Alasannya: waktu. Jika disediakan tempat khusus bagi pemulung apakah pemulung mau merapikan kembali tempat itu setelah mengais makanan sisa untuk ternak?
Bagaimana jika berikan kepada fakir miskin? Pernah dengar kasus keracunan makanan masal kan? Makanan dapat menjadi beracun ketika berada di bawah suhu 600C untuk makanan panas dan diatas 5 derajat untuk makanan dingin. Tentu hotel tidak mau dibebani dengan resiko ini. Apalagi hotel akan keluar biaya ekstra jika menjaga suhu makanan tetap baik untuk diberikan kepada fakir miskin.
Jika kita seorang pemilik/manager hotel cobalah mencari solusi. Misalnya dengan mengolahnya menjadi pupuk/pakan ternak. Sediakan tempat sampah khusus. Jika kita tidak mau rugi, juallah sisa makanan itu kepada pemilik ternak (babi). Jika kita pegawai, sediakan tempat sampah khusus. Luangkanlah waktu untuk memilah sampah yang hendak dibuang. Jika kita seorang chief pintar-pintarlah mengolah sisa makanan prasmanan. Jika kita seorang tamu dan menghadapi prasmanan, nggak usah malu membawa rantang.